Ungkapan “seandainya begini dan begitu” atau sejenisnya, perlu perincian. Masing-masing perincian memiliki status hukum masing-masing. Berikut kami terjemahkan dan adaptasi rincian ungkapan yang dimaksud dari status Syaikh Shalih al-Munajjid di akun facebook resmi beliau.
Jenis pertama: digunakan hanya sebatas kabar. Ini tak berdosa dan tak mengapa. Jika jujur apa yang diungkapkan maka ia benar dan ini kebaikan. Jika ia dusta maka ini berlaku hukum dusta.
Contoh:
“Sekiranya aku tak sibuk maka telah engkau kukunjungi”
“Seandainya engkau tadi datang, aku pasti traktir kamu.”
Jenis kedua: berupa harapan. Ini dihukumi berdasarkan harapan si pengucap. Jika dia mengharapkan kebaikan maka dia diganjari pahala berdasarkan niatnya itu. Jika dia mengharapkan kejelekan maka dia mendapat dosa.
Disebutkan jenis yang lain:
“Dan pula seorang hamba yang tak diberi harta, tak pula ilmu. Dia berucap: ‘sekiranya aku berharta, telah kugunakan beramal seperti fulan beramal.’ Orang ini sesuai niatnya. Keduanya berpahala sama.”
(Diriwayatkan at-Tirmidziy 2325, Ibnu Majah 4228, ini dalam Shahih al-Jami’ 3024)
Jenis ketiga: sebuah penyesalan dan marah terhadap sesuatu yang berlalu. Ini terlarang dan haram karena akan membuka pintu kesedihan dan penyesalan yang mendalam dan tidak bermanfaat sedikitpun.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْمُؤْمِنُ القَوِيُّ، خَيْرٌ وَأَحَبُّ إلى اللهِ مِنَ المُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وفي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ علَى ما يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ باللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ، وإنْ أَصَابَكَ شيءٌ، فلا تَقُلْ لو أَنِّي فَعَلْتُ كانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللهِ وَما شَاءَ فَعَلَ، فإنَّ لو تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah. Namun setiap Mukmin itu baik. Semangatlah pada perkara yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan kepada Allah (dalam perkara tersebut), dan jangan malas. JIka engkau tertimpa musibah, maka jangan ucapkan: andaikan saya melalukan ini dan itu. Namun ucapkan: “qadarullah wa maa-syaa-a fa’ala (ini takdir Allah, apa yang Allah inginkan itu pasti terjadi)”. Karena ucapkan “andaikan…” itu akan membuka pintu setan”
(Diriwayatkan oleh Muslim 2664)
Demikian pula dengan orang yang mengatakan dengan penuh kemarahan:
“Seandainya aku tak telat sedikit saja maka keberhasilan pasti telah kuraih”.
Jenis keempat: menolak ketentuan syar’i dan takdir Allah. Ini seperti ungkapan orang-orang kafir/musyrik yang Allah abadikan dalam al-Qur-an untuk menjadi pelajaran.
Allah menegaskan:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَقَالُوْا لِاِخْوَانِهِمْ اِذَا ضَرَبُوْا فِى الْاَرْضِ اَوْ كَانُوْا غُزًّى لَّوْ كَانُوْا عِنْدَنَا مَا مَاتُوْا وَمَا قُتِلُوْاۚ لِيَجْعَلَ اللّٰهُ ذٰلِكَ حَسْرَةً فِيْ قُلُوْبِهِمْۗ وَاللّٰهُ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir (orang-orang munafik) itu, yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka mengadakan perjalanan di muka bumi atau mereka berperang: “Kalau saja mereka tetap bersama-sama kita tentulah mereka tidak mati dan tidak dibunuh.” Akibat (dari perkataan dan keyakinan mereka) yang demikian itu, Allah menimbulkan rasa penyesalan yang sangat di dalam hati mereka.” (QS Ali Imran 156)
Begitu pula dengan kelakuan orang musyrik. Mereka menjadikan takdir sebagai alasan dan argument terhadap kesyirikan yang mereka lakoni. Mereka menuturkan:
سَيَقُوْلُ الَّذِيْنَ اَشْرَكُوْا لَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ مَآ اَشْرَكْنَا وَلَآ اٰبَاۤؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍۗ كَذٰلِكَ كَذَّبَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتّٰى ذَاقُوْا بَأْسَنَاۗ قُلْ هَلْ عِنْدَكُمْ مِّنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوْهُ لَنَاۗ اِنْ تَتَّبِعُوْنَ اِلَّا الظَّنَّ وَاِنْ اَنْتُمْ اِلَّا تَخْرُصُوْنَ
Orang-orang musyrik akan berkata, “Jika Allah menghendaki, tentu kami tidak akan mempersekutukan-Nya, begitu pula nenek moyang kami, dan kami tidak akan mengharamkan apa pun.” Seperti itu pula orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan azab Kami. Katakanlah (Nabi Muhammad), “Apakah kamu mempunyai dalil yang dapat kamu kemukakan kepada kami? Yang kamu ikuti hanya persangkaan belaka dan kamu hanya mengira-ngira.” (QS al-An’am: 148)
Dan juga ungkapan mereka:
وَقَالُوْا لَوْ شَاۤءَ الرَّحْمٰنُ مَا عَبَدْنٰهُمْۗ مَا لَهُمْ بِذٰلِكَ مِنْ عِلْمٍ اِنْ هُمْ اِلَّا يَخْرُصُوْنَۗ
Mereka berkata, “Sekiranya (Allah) Yang Maha Pengasih menghendaki, tentulah kami tidak menyembah mereka (malaikat).” Mereka tidak mempunyai pengetahuan sedikit pun tentang itu. Mereka hanyalah menduga-duga belaka. (QS Az-Zukhruf: 20)
Demikian pula dengan orang yang mengatakan: “Sekiranya Allah menghendaki aku mendapat hidayah niscaya aku tak terjerumus dalam maksiat ini”.
atau berkata dengan penuh penodaan terhadap agama Allah: “Sekiranya tidak ada hukum Had maka agama begitu indahnya Islam.”
Tinggalkan Komentar